NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
WAJIB
CATATAN
TAHUN 1946
(Chairil
Anwar)
Ada
tanganku, sekali akan jemu terkulai,
Mainan
cahaya di air hilang bentuk dalam
kabut,
Dan suara
yang kucintai ‘kan berhenti
membelai.
Kupahat batu
nisan sendiri dan kupagut.
Kita –anjing
diburu- hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang
Tidak tahu
Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang
Lahir
seorang besar dan tenggelam beratus ribu
Keduanya
harus dicatet, keduanya dapat tempat.
Dan kita
nanti tiada sawan lagi diburu
Jika bedil
sudah disimpan, Cuma kenangan berdebu;
Kita memburu
arti atau diserahkan kepada anak lahir sempat
Karena itu
jangan mengerdip, tatap dan penamu
asah, tulis
karena kertas gersang, tenggorokan kering sedikit mau basah!
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 1
TANAH
LELUHUR
(Wayan
Arthawa)
Menggurat
aksara di daun lontar
kidung mana yang harus dialirkan
mengendapkan bathin dalam semadi
anak-anak semuanya berlari
meninggalkan tanah leluhur
melebur tanah kehidupan serasa kosong
di pohon-pohon gamelan
puncak candi berendam keperihan
leluhur kita
seperangkat canang dan dupa
menggigil di keheningan jagat
tak bertuah untuk menyegarkan kandungan
kesetiaan bagi kehidupan
bagi kita
anak-anak
dan cucu-cucu
kidung mana yang harus dialirkan
mengendapkan bathin dalam semadi
anak-anak semuanya berlari
meninggalkan tanah leluhur
melebur tanah kehidupan serasa kosong
di pohon-pohon gamelan
puncak candi berendam keperihan
leluhur kita
seperangkat canang dan dupa
menggigil di keheningan jagat
tak bertuah untuk menyegarkan kandungan
kesetiaan bagi kehidupan
bagi kita
anak-anak
dan cucu-cucu
(1989)
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SM/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 2
RUMAH
SAKIT JIWA
(Sathiaprana
Duarsa)
Ketika
pemabuk itu memukul dirinya dekat perigi
Kegaduhanpun muncul dari sunyi yang peram
Sungguh terasa asing
Angin terlalu keras bertiup
Hingga kutaktahu di mana bayangku tersangkut
Seekor tikus tanah memanjangkan dirinya dalam lubang persembunyian
Tanpa sedikit keberanian untuk mendekati kamar dalam rumah ini
Mereka berdesak-desakan menyaksikan waktu menjadi tak berdaya
Seorang gila telah mati, terjatuh
Dengan luka kecil di telinganya
Tapi apakah mereka tahu luka yang lebih besar dalam dirinya
Tak ada yang menangis
Dan kami saling pandang
Seluruh tumbuhan merunduk menyembunyikan tubuhnya
Sungguh terlalu singkat mengenal wajah masing-masing
Meski sekedar bercermin
Burung-burung memandang kaku dari jendela sarangnya
Rahasia apa lagi yang akan mengisi museum berdebu ini
Pemabuk itu kembali menuangkan air pohon kehidupan
Tempat ini memang daerah yang tak tertera dalam peta
Aku mengingat namaku dalam rimbunan tumbuhan
(1988)
Kegaduhanpun muncul dari sunyi yang peram
Sungguh terasa asing
Angin terlalu keras bertiup
Hingga kutaktahu di mana bayangku tersangkut
Seekor tikus tanah memanjangkan dirinya dalam lubang persembunyian
Tanpa sedikit keberanian untuk mendekati kamar dalam rumah ini
Mereka berdesak-desakan menyaksikan waktu menjadi tak berdaya
Seorang gila telah mati, terjatuh
Dengan luka kecil di telinganya
Tapi apakah mereka tahu luka yang lebih besar dalam dirinya
Tak ada yang menangis
Dan kami saling pandang
Seluruh tumbuhan merunduk menyembunyikan tubuhnya
Sungguh terlalu singkat mengenal wajah masing-masing
Meski sekedar bercermin
Burung-burung memandang kaku dari jendela sarangnya
Rahasia apa lagi yang akan mengisi museum berdebu ini
Pemabuk itu kembali menuangkan air pohon kehidupan
Tempat ini memang daerah yang tak tertera dalam peta
Aku mengingat namaku dalam rimbunan tumbuhan
(1988)
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 3
MALAM
CAHAYA LAMPION
(Tan
Lioe Ie)
Lampion.
Tarian naga bersayap
di tanah ini. Tanah hidupku
Tempat angin pertama menyentuh.
Matamukah setajam silet
mengulitiku. Kesurupan
Atau mabukkah kau? Benamkan
kepalamu. Bayangkan
kita dikuliti bumi
Dan semut-semut bersarang
di liang mata
Tubuh tak kekal
Jiwa diterbangkan naga
di malam cahaya lampion
di waktu
tak terbaca telapak nasib.
di tanah ini. Tanah hidupku
Tempat angin pertama menyentuh.
Matamukah setajam silet
mengulitiku. Kesurupan
Atau mabukkah kau? Benamkan
kepalamu. Bayangkan
kita dikuliti bumi
Dan semut-semut bersarang
di liang mata
Tubuh tak kekal
Jiwa diterbangkan naga
di malam cahaya lampion
di waktu
tak terbaca telapak nasib.
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 4
TELAH
LEWAT
(Made
Taro)
Banyak yang telah lewat
hanya kulihat
tanpa kutatap
Lewat begitu saja
sekali menoleh
tangannya yang ringan
melambai dan menyapa
Mengapa diam saja
tanpa segumpal niat
mengharap atau menghujat
Dalam diam
banyak yang telah lewat
mungkin aku menyerah
seperti pertapa yang kalah
tak kuasa kupejam mata
kudengar langkah-langkah
menjauh dengan gagah
lalu terhenti di sebuah rumah
Yang lewat pun memilih diam
di situ jam dinding
tak berdenting lagi
Denpasar, 8 Mei 2005
hanya kulihat
tanpa kutatap
Lewat begitu saja
sekali menoleh
tangannya yang ringan
melambai dan menyapa
Mengapa diam saja
tanpa segumpal niat
mengharap atau menghujat
Dalam diam
banyak yang telah lewat
mungkin aku menyerah
seperti pertapa yang kalah
tak kuasa kupejam mata
kudengar langkah-langkah
menjauh dengan gagah
lalu terhenti di sebuah rumah
Yang lewat pun memilih diam
di situ jam dinding
tak berdenting lagi
Denpasar, 8 Mei 2005
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 5
PERJALANAN
ILALANG
(Gde
Artawan)
kusisir
jalan ini
melintasi barisan ilalang pagar betis
doa-doa
merambat turun perjalanan dari pohon dahaga
yan dipancangkan angin hulu
melalui anak-anak kerabat ang dider
kelaparan di pucuk-pucuk tanah
tempat anak suangai berebahan
mengecup kemesraan sobekan langit
selalu saja,
aku kehilangan kesempatan menitipkan luka
pada kata yang mencair oleh panas matahari
yang menyembul dari erangan lumpur dukaku
dengan kesetiaan air mata telah kupasrahkan tubuh
jadi jembatan gantung berpagar betis angin semadi
biar kehidupan masa silam meniti lengkung bianglala
jembatan tidak sekadar menjadi pelengkap semesta
tapi jadi laskar biar benda langit mengucur jatuh
dalam keliaran nafas cintaku
kusisir jalan ini
di tengah kebimbangan pagar betis gunjingan semak-semak
bukit ilalang yang berserah diri padaku
menjadi ranjang bambu pelaminan terbuka
tempat gugusan bintang
mencair dalam dekapanku
melintasi barisan ilalang pagar betis
doa-doa
merambat turun perjalanan dari pohon dahaga
yan dipancangkan angin hulu
melalui anak-anak kerabat ang dider
kelaparan di pucuk-pucuk tanah
tempat anak suangai berebahan
mengecup kemesraan sobekan langit
selalu saja,
aku kehilangan kesempatan menitipkan luka
pada kata yang mencair oleh panas matahari
yang menyembul dari erangan lumpur dukaku
dengan kesetiaan air mata telah kupasrahkan tubuh
jadi jembatan gantung berpagar betis angin semadi
biar kehidupan masa silam meniti lengkung bianglala
jembatan tidak sekadar menjadi pelengkap semesta
tapi jadi laskar biar benda langit mengucur jatuh
dalam keliaran nafas cintaku
kusisir jalan ini
di tengah kebimbangan pagar betis gunjingan semak-semak
bukit ilalang yang berserah diri padaku
menjadi ranjang bambu pelaminan terbuka
tempat gugusan bintang
mencair dalam dekapanku
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 6
MUSIM
MENARI
(Ketut
Syahruwardi Abbas)
Mari
kubantu membungkus malam
dengan tarian hening. Berdua.
Musim menari tiba
Semua dikawinkan sesamanya
Maka jangan mengelak. Mari menari.
Biar tercium harum getah ketiakmu
Dan kujamah pelan sampur rambut
dari kamar yang lengang. Sendiri.
Inilah kijang tua menari
tanpa tembang tanpa gambang
Cuma angin. Gagap. Patah-patah.
Sekali mendengus dan tersesat
dalam geliat tangan sendiri
dengan tarian hening. Berdua.
Musim menari tiba
Semua dikawinkan sesamanya
Maka jangan mengelak. Mari menari.
Biar tercium harum getah ketiakmu
Dan kujamah pelan sampur rambut
dari kamar yang lengang. Sendiri.
Inilah kijang tua menari
tanpa tembang tanpa gambang
Cuma angin. Gagap. Patah-patah.
Sekali mendengus dan tersesat
dalam geliat tangan sendiri
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 7
MATA
DADU
(K.
Landras Syaelendra)
...kau
pun bisa tertangkap mata-mata
dadu dan menjadi mainan dalam permainan
itu..
dadu dan menjadi mainan dalam permainan
itu..
kau kenal mata perempuan
laut musim panas seperti
lempengan kaca raksasa di atas pasir
dengan buih-buih terbakar sinar kuningan
matahari bagaikan ribuan bintang
bunga malam yang agung?!
Begitulah, seperti mata perempuan
Kedip pesona mata dadu itu menyihir kami
Memasuki arena
Bertarung mempertahankan nasib
Dan kami kalah
Kini tak ada lagi kamu miliki
Puncak bukit emas mahkota
Bahkan kemerdekaan diri
Segalanya harus kau serahkan
Karena janji
Harus dilunasi
Sebuah jendela terbuka
Kami pun terjaga
Dari mimpi celaka ini
Tapi tak bisa menolaknya
Kami mesti terendam
Dalam pusaran panas
Asap api belerang
Sampai fajar terakhir masa
Pembuangan ini
1996
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 8
SUDA
AKU PILIH KATA
(Sindu
Putra)
sudah aku pilih kata
untuk menangkap puisimu
tapi air matamu itu
tiada tersentuh isyaratnya
air itu memanjat
mencapai puncak deritaku yang terdalam
padahal, sudah aku belajarkan diri
membaca ayat pohon hayati
menanam gurindam, menenun pantun
di segenap bagian jiwa-raga. sawah tanpa tepi
namun, mataku gelap, tanganku buta
tak menjangkau kilau cahaya
padahal, sudah aku persiapkan hidup
menerima rima dunia
menempuh riuh kali jaman
namun, di antara sesak penumpang perahu waktu
yang tidur dengan mata terbuka
lidahku beku, tubuhku bisu
tak menemukan ruang terang
tempat televisi menyala 24 jam
tak menemukan tempat, yang tak akan dicapai
hujan asam. hujan yang tak berhenti berlari
kata, sudah aku pilih
untuk menghabiskan masa tanam musim ini
tapi, aku hanya tinggal petani,
sekaligus sapi, juga padi
yang aku panen, air mata yang berang
air mataku yang tiada sampai ke air matamu
untuk menangkap puisimu
tapi air matamu itu
tiada tersentuh isyaratnya
air itu memanjat
mencapai puncak deritaku yang terdalam
padahal, sudah aku belajarkan diri
membaca ayat pohon hayati
menanam gurindam, menenun pantun
di segenap bagian jiwa-raga. sawah tanpa tepi
namun, mataku gelap, tanganku buta
tak menjangkau kilau cahaya
padahal, sudah aku persiapkan hidup
menerima rima dunia
menempuh riuh kali jaman
namun, di antara sesak penumpang perahu waktu
yang tidur dengan mata terbuka
lidahku beku, tubuhku bisu
tak menemukan ruang terang
tempat televisi menyala 24 jam
tak menemukan tempat, yang tak akan dicapai
hujan asam. hujan yang tak berhenti berlari
kata, sudah aku pilih
untuk menghabiskan masa tanam musim ini
tapi, aku hanya tinggal petani,
sekaligus sapi, juga padi
yang aku panen, air mata yang berang
air mataku yang tiada sampai ke air matamu
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 9
KUSAMBA
SEBELUM SENJA
(Nuryana
Asmaudi S.A)
sebelum
berlayar bayarlah utang pada angin
di seberang gelombang gugusan pulau
garam
rumput laut keramba ikan jukung
nelayan
bermimpi jadi pengantin pesisiran
tak bosan berbagi asin
seperti khidir yang sabar
menimang gelombang
sepanjang zaman
kaukah itu camar yang lupa jalan
pulang?
sebelum tersesat di rimba malam
beri senyummu gadis manis berambut
ikal
senyum pelipur bagi camar kesasar
malam nanti ia sunyi sendiri
menyulam mimpi menanti pagi
jukung nelayan memanggil angin
menggiring ikan ke peraduan
pelayaran yang jadi nafas anak-cucu
dapur ngepul ingarbingar pasar
riuhriang di warung makan dan
denyut kehidupan yang sederhana
Kusamba, 2008
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 10
DI
DEPAN ARCA SARASWATI
(Putu
Fajar Arcana)
Dewi, pelataran pura ini
tak cukup buatku menari
Terasa ruang kian
menghimpit
penuh ditumbuhi pohonan
yang tak kita kenal
Dewi, gerak manalagi
mesti kumainkan
Langit telah jadi
dinding pembatas
bagi keliaran
burung-burung
Dan rumputan yang
menghamba
di kaki peradaban
makin mengasingkan puja
kita.
Garis yang kau gores di
atas debu
diterbangkan angin ke
awan
Kita sedang bertamu di
pelataran sendiri
Tak bebas lagi memetik
bunga
atau terlentang di pasir
menciumi hangat
matahari.
Dewi, harus kutujukan
kemana sembah ini?
Di sekeliling pura telah
tumbuh
pohonan yang tidak kita
kenal.
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 11
DEWI
PADI
(Made
Adnyana Ole)
Dewi Padi,
Kekasih sejati segala yang hidup
Kelak membajak bumi sendiri
Bersama sapi suci dan air perasan hati
Sementara anak-anakku
yang biasa
meniup seruling
dari liang
perih batang padi
Kini menjala bulu bangau dan sayap belalang
yang rontok dari langit
Bagaimana mereka bisa dewasa?
Sedang musim selalu saja ingkar janji
Tapi sesungguhnya darimana asal-Mu, Dewi?
Sedang segala dongeng hari ini
meminta-Mu pulang ke tugu-tugu tua
ke hulu
hati-hati yang kupuja
Biar belalang menggoda musim
Bangau-bangau pulang. Dan anak-anakku
bermain di pelimbahan
Dewi Padi
Kelak mendongeng sendiri
tentang segala yang tak ada
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 12
MENIRU
ANGSA
(Nanoq
Da Kansas)
berdua, kami terus
berdua
mengabarkan cinta
juga luka dunia
di balik bunga perdu
di ujung kolam waktu
kami anyam belahan
kapu-kapu
sarang biru di bawah
langit biru
mengeram bola-bola
nasib pilu
dari pecahan dunia dan
sejarah kelu
berdua, kami terus
berdua
mengabarkan cinta juga
luka dunia.
sayangnya dunia tak
pernah tahu
siapa di antara kami
yang bayang-bayang
atau yang dibayangi
bayangmu
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDEAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PIIHAN 13
MAUKAH
ENGKAU JADI KEKASIHKU
(Cok
Sawitri)
maukah engkau jadi kekasihku
memandang nirwana
sebagai belantara yang tak bersemai
duduk menanti
rembulan pecah ke bumi
jadi cahaya yang membuat senyum melambung
memang tak kumiliki kesetiaan juga usia
tidaklah merentang mengikat impian
hatiku adalah malam
setiap mimpi warnanya berganti
maukah engkau jadi kekasihku
bertukar tatap ceritalah pada bintang
di bumi ada yang setia seperti rumput
menanti hatimu sudi terpinang
menjadi pengantin langit
yang dirindukan semua peri
maukah engkau jadi kekasihku
penabur cinta di ladang sepi
mari panen jadi ikatan
ahai! kelazimankah ini
membiarkan hati kehilangan ruangnya?
sebelum ragu jadi akalku
sekali lagi;
maukah engkau jadi kekasihku?
memandang nirwana
sebagai belantara yang tak bersemai
duduk menanti
rembulan pecah ke bumi
jadi cahaya yang membuat senyum melambung
memang tak kumiliki kesetiaan juga usia
tidaklah merentang mengikat impian
hatiku adalah malam
setiap mimpi warnanya berganti
maukah engkau jadi kekasihku
bertukar tatap ceritalah pada bintang
di bumi ada yang setia seperti rumput
menanti hatimu sudi terpinang
menjadi pengantin langit
yang dirindukan semua peri
maukah engkau jadi kekasihku
penabur cinta di ladang sepi
mari panen jadi ikatan
ahai! kelazimankah ini
membiarkan hati kehilangan ruangnya?
sebelum ragu jadi akalku
sekali lagi;
maukah engkau jadi kekasihku?
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 14
EPILOG
SEBUAH PAGI
(Arif
Bagus Prasetyo)
Dalam kemuraman cahaya pagi
Kuterka daun-daun gugur dan menghijau
Kembali. Kemudian tik-tik gerimis
Suara gelap malam hari yang kerap runtuh
Menerpa tubuh-tubuh tak terjaga
Akan membentang laut di atas ranjangMu
Pun di antara desakan massa berseragam
Pernah kudengar bisikmu tertahan:
“Kami ingin berkemas untuk sebuah pantai yang tenang.
Lihatlah tangan kami berdarah setelah lama bertempur
Di hutan-hutanmu yang bagaikan peri
Menyihir lolong serigala jadi anjing penjaga!”
Kini kuterka lagi bila saatnya tiba
Dermaga hanya bisa mencintai satu musim seperti kami
Yakni ketika pasang terulur ke arah utara
Dan kanak-kanak turun berlari menyoraki
Seribu perahu sarat kepedihan
Terdampar di muka pintu rumahmu.
Namun semoga hanya pikiranku terlalu jauh menyusur laut
Hingga mataku tak lagi mampu bersembunyi
Dari setiap isyarat, kenangan, atau tanda bahaya.
Maka dengan sopan aku pun belajar menghikmati langit
Dengan cahaya bintangnya yang selalu rapi
Menyimpan degup jantungku.
1994
NASKAH
LOMBA BACA PUISI TINGKAT SMA/SMK
SEDERAJAT
SE-BALI
PEKAN
SASTRA 2017
PUISI
PILIHAN 15
CERAMAH
TANAH
(Dewa
Putu Sahadewa)
Duduk dan mendengar
Tanah berujar
Karena kau bukan pemilik
sang fajar
Merunduklah
Agar jelas terlihat olehmu
Bayangan siapa menyebrang siang
Menjumput harap terbata
Tanah berujar
Karena kau bukan pemilik
sang fajar
Merunduklah
Agar jelas terlihat olehmu
Bayangan siapa menyebrang siang
Menjumput harap terbata
Pemilik mimpi
Berbaringlah di tanah basah
Tubuhmu lelah
Tapi dengar suara bawah tanah
Semua cinta tak dapat diharap
Bahagiamu di titik hatimu
Di bilik jantung yang paling senyap
Mengendap…
Berbaringlah di tanah basah
Tubuhmu lelah
Tapi dengar suara bawah tanah
Semua cinta tak dapat diharap
Bahagiamu di titik hatimu
Di bilik jantung yang paling senyap
Mengendap…
Seperti sajak
Tak pernah memberi kepastian
Kadang hanya bertanya
Kadang hanya menghela
nafas tersisa
Tak pernah memberi kepastian
Kadang hanya bertanya
Kadang hanya menghela
nafas tersisa
Kau akan terus memijak
Sepetak tanah yang tak pernah
kau minta
Sepetak tanah yang tak pernah
kau minta
Tapi belajar dari tanah
Kau akan jadi bijak
Atau tamak !
Kau akan jadi bijak
Atau tamak !
Komentar
Posting Komentar